Jakarta, Bagi umat Islam, puasa syawal selama 6 hari
setelah lebaran bersifat sunah alias tidak wajib tetapi baik untuk
dilakukan. Bukan cuma ahli agama yang mengakui manfaatnya, tetapi juga
ahli gizi yang mengganggapnya sebagai masa transisi.
Selama bulan
Ramadan, sistem pencernaan dikondisikan untuk bekerja lebih lambat dari
biasanya karena ada perubahan pola makan. Selain tidak ada makan siang,
jenis makanan yang dikonsumsi malam harinya cenderung lembut agar perut
tidak bermasalah.
Begitu masuk hari raya, pola makan kembali
normal karena puasa wajib sudah selesai. Agar perut tidak mengalami
shock atau kekagetan, maka sistem pencernaan membutuhkan masa transisi
yang biasanya memakan waktu antara 3 hari hingga 1 minggu.
"Sampai
hari ketiga setelah lebaran, sebaiknya pilih makanan yang
lembut-lembut. Tubuh perlu adaptasi di masa peralihan," kata Prof Dr
Hardinsyah, ahli gizi dari Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian
Bogor (IPB) saat dihubungi detikHealth, seperti ditulis Senin (20/8/2012).
Selain
harus memilih makanan dengan tekstur lembut, jumlah atau porsinya juga
harus dibatasi. Karena selama puasa tidak makan siang, maka sebaiknya
sarapannya cukup setengah dari porsi biasa dan setengahnya lagi dipenuhi
saat makan siang atau dengan cemilan.
Akan lebih baik lagi
menurut Prof Hardinysah, jika umat Islam menjalankan puasa sunah selama 6
hari setelah lebaran hari pertama. Ritual yang sering disebut puasa
syawal ini memang tidak wajib, namun ada hikmah yang bisa diambil dari
sisi kesehatan jika dilakukan.
"Masa transisi memang sebaiknya
satu minggu. Karena itu puasa syawal selama 6 hari itu sangat bermanfaat
untuk mengendalikan masa transisi. Pahala itu sudah Yang di Atas yang
meghitung, tapi memang ada hikmah dari balik itu semua kalau dilihat
dari sisi kesehatan," pesan Prof Hardinsyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar